|
Ringkasan Buku Eskapisme
Sastra Jawa
Pada
buku ini benyak menjelaskan mengenai roman picisan yang banyak beredar pada
awal kemerdekaan. Roman picisan dapat disebut sebagai kisah yang murah mengenai
kejahatan, dan cinta. Picisan dapat diartikan sebagai harga yang murah yaitu
satu picis sama dengan 10 sen, dan satu sen adalah seper seratus rupiah.
Sedangkan roman, banyak yang mengartikan sebagai “romance” atau kisah
percintaan.
Istilah
roman picisan mulai diedarkan oleh seorang wartawan kemudian tiga tahun
kemudian menjadi populer digunakan di kalangan umum. Istilah ini juga disebut
dalam novel Kyai Franco yang menyebut bahwa novel yang berharga murah disebut
novel picisan atau novel ketipan. Tetapi pada kala itu roman picisan hanya
dimaknai sebatas harga yang murah.
Istilah
dalam novel berbahasa jawa selanjutnya adalah Panglipur Wuyung. Yang pertama
digunakan oleh Sikoet. Dan kemudian diikuti oleh beberapa pakar yang juga
mengarang novel berbahasa jawa. Novel tersebut menggunakan istilah Panglipur
Wuyung diartikan sebagai penghibur hati karena pada masa itu adalah masa orde
lama dimana bangsa indonesia mengalami carut-marut.
Pada
novel Panglipur wuyung banyak menggunakan sampul yang mendebarkan dan
menggunakan sosok wanita sebagai model penggambaran sampul depan agak
mengandung unsur pornografi. Tujuan dari penggunaan sampul pornografi adalah
untuk menarik minat baca para pembeli. Sebenrnya di dalamnya tidak terdapat
unsur pornografi hanya penggunaan kata-kata erotis sebagai penggambaran
masyarakat pada kala itu. Harganya cukup murah yaitu 2 rupiah sedangkan beras
hanya sekitar 7,5 rupiah. Sama dengan buku-buku TTS pada masa kini.
Seni
dibagi dalam empat kelompok yaitu seni elit, seni populer, seni massa dan seni
rakyat. Sastra jawa klasik merupakan kelompok seni elit karena tidak semua
orang dapat membacanya. Sastra populer mucul dari para kaum terpelajar dan untuk menu hiburan
bagi kaum terpelajar. Contoh dari karya sastra populer adalah serat riyanto.
Seni massa dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat terutama masyarakat
menengah kebawah. Sedangkat seni rakyat berkembang di masyarakat pedesaan yang
ekonominya menengah kebawah.
Pada
tahun 1966, merupakan titik balik dari
pertumbuhan sastra jawa. Komres 951 Sala dalam operasi Tertib Remaja (Opterma)
II meneliti 217 buku roman picisan dan menyita 59 buah buku roman picisan. 21
diantara merupakan judul roman picisan sastra jawa, karena isi dan
pencitraaannya sangat buruk dan dinilai merugikan kaum remaja. Kemunduran
penerbitan roman picisan itu diantisipasi dengan munculnya majalah berbahasa
jawa. Mulai diterbitkan tahun 1967. Masa berakhirnya roman picisan juga
memunculkan kembali penerbitan roman populer. Dua alasan mengapa roman picisan
hilang. Pertama perekonomian sudah membaik, dan kedua proses pengindonesiaan
sudah mulai terbentuk.
Situasi Sosial Politik
Tahun
1960 merupakan puncak kegagalan republik Indonesia. Situasi politik yang panas
terjadi di jawa tengah, DIY, dan Jawa Timur. Dalam konteks situasi sosial
politik yang represif, sentralistik, dan penuh gejolak itulah roman picisan
sastra jawa dihadirkan di tengah-tengah masyarakat. Panasnya politik mulai reda
setelah orde baru.
Situasi Sosial Ekonomi
Dampak
politik yang panas berdampak pula pada bidang ekonomi. Kondisi perekonomian
Indonesia sejak terbentuknya kabinet karya benar-benar nyaris runtuh. Inflasi
tidak dapat dikendalikan dan mencapai sekitar 600 persen. Harga-harga naik 500
persen.kurs AS jatuh dari Rp 5.100,00 menjadi Rp 17.500,00 bahkan kemudian
menjadi Rp 50.000,00 dalam rangkan membendung inflasi, uang pecahan 500 dan
1000 dikecilkan menjadi 50 dan 100. Situasi sosial ekonomi tidak dapat segera
diatasi oleh pemerintah orde lama. Sosial ekonomi berangsur-angsur membaik pada
masa orde baru.
Situasi Sosial Budaya
Perkembangan
indonesia pada bidang pendidikan sangat mencolok. Masyarakat yang melek huruf
makin meningkat berkat pendidikan. Dari 7,4 persen pada tahun 1930 menjadi 46,7
persen pada tahun 1961. Perkembangan penduduk juga berkembang pesat dari 30
juta menjadi 97,02 juta jiwa.tahun 70 masih banyak ditemukan bacaan berbahasa
jawa tetapi diatas tahun 75 masyarakat yang melek bahasa jawa semakin sedikit
karena berkurangnya pelajaran bahasa jawa di sekolah. Itu disebabkan tumbuh
proses pengindonesiaan di kalangan masyarakat etnis Jawa. Proses kurikulum 1975
yang bertujuan menanamkan rasa kebangsaan sesungguhnya menjadi bumerang bagi
pengembangan bahasa dan sastra Jawa.
Dalam
sistem kepengarangan sastra jawa periode roman picisan pengarang yang
keseluruhan karyanya berupa roman picisan yaitu (Any Asmara, Suharsisi Wisnu,
Naning Saputro, dll) salah satu motivasi yang paling menonjol dalam penulisan
roman picisan adalah motivasi ekonomi. Honor kepenulisan pada waktu itu cukup
besar. Yaitu dua kali gaji pokok perbulan. Motivasi lain dari kepenulisan yaitu
untuk mencari popularitas.
Biasanya
profesi utama yang dimiliki oleh pengarang yaitu pekerja pers dan guru.
Walaupun karya-karya mereka termasuk karya sastra roman picisan, pesan-pesan
yang terkandung dalam karya mereka tetap berupa pesan moral dan etika. Pada
masa itu sebagian besar pengarang jawa menggunakan nama samaran. Alasan
menggunakan nama samaran hanya bersifat komersial untuk kepentingan bisnis.
Menariknya, nama-nama pengarang perempuan digunakan oleh para pengarang
laki-laki. Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian pembeli.
Lokasi
penerbit yang menerbitkan roman picisan tersebar di berbagai kota di pulau
Jawa, yaitu Surakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Bandung. Penerbit
roman picisan yang paling banyak dan produktif berdomisili di Surakarta. Yaitu
penerbit keluarga subarno, FA Nasional, Subur, Burung Wali, Kancil Manis, dll.
Penerbit roman picisan terbanyak kedua yaitu dikota Surabaya antara lain
penerbit Aryati, dan Marfi’ah. Yang selanjutnya adalah Yogyakarta, Semarang dan
Bandung.
Pemasaran
roman picisan diantaranya dengan cara dititipkan, dan dijajakan. Tema yang
ditampilkan oleh pengarang lebih menonjolkan percintaan sehingga mengarah pada
pasar pembaca remaja. Sehingga para remaja dapat larut dan bersatu dalam dunia
imajinasi saat membaca.
Struktur Internal Roman
Picisan
Tema
yang ditampilkan dalam roman picisan sastra jawa cukup beragam. Ada percintaan,
rumah tangga, pendidikan, perjuangan, dan kisah detektif. Tema percintaan,
contohnya adalah Putri Tirta Gangga,
Puspitasari Prawan Bali, Pangorbanan, dll. Contoh roman picisan tema rumah
tangga yaitu, Tumetesing Luh, Jagade Wis
Peteng, Sambekalaning Bebrayan.dll. Contoh roman picisan tema detektif
yaitu, Toping Setan, Rajapati Sing
Nyalawadi, Kalung kang Nyalawadi, dll.
Dalam
roman picisan, tokoh-tokoh idaman tidak hanya digambarkan berwajah tampan atau
cantik. Termasuk dalam tokoh pewayangan. Tetapi juga memiliki kepribadian yang
luhur dan utama seperti dalam roman Dawet
Ayu . hal tersebut selaras dengan pandangan budaya jawa, yakni perilaku
halus yang dipertentangkan dengan perilaku kasar.
Contoh
roman picisan sebagai berikut:
Nalika R. Tejomoyo
tindak tume menyang Primbon njujug ing kalurahan, dilalah sing ngladeni unjukan anake Pak Lurah Sulardi, yaiku
Suwarni prawan desa kang klebu ayu rupane sajak ireng manis, ala-ala tilas
murid SKP. Bareng pirsa marang Suwarni mau kontan Suwarni arep dipundhut selir.
Dilalah embuh saka wedi, embuh
kepengin muktekake anak, Pak Lurah Suladi ora kabotan. Wusana Suwarni sida
diselir temenan.
Dengan
kata lain, apabila pengarang kesulitan membangun alur cerita secara logis maka
ia menggunakan dilalah sebagai alat pengesahnya. Jika dicermati, penggunaan
latar sejarah dalam beberapa roman picisan sastra jawa digunakan oleh pengarang
untuk lebih menghidupkan kisah dan tokoh-tokoh imajinatif. Disini, pengarang
berusaha menampilkan tokoh-tokoh fiktif yang bermain dalam beberapa ruang dan
waktu nyata (non fiktif). Pengarang juga menampilkan latar sosial dan budaya
yang bersifat non fiktif contohnya roman Setan
Roban karya Any Asmara. Roman Picisan sastra Jawa memiliki ciri pertama,
menggunakan unsur kosakata bahasa indonesia, kedua digunakannya dialek, ketiga
digunakannya ragam ngoko.
Simpulan
Ditegaskan
bahwa kehadiran roman picisan dalam jagad sastra jawa dapat menjadi contoh
menarik dan kongkrit tentang rumitnya sebuah jalinan antarsistem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar