Senin, 27 Oktober 2014

Awal Perkembangan Prosa Jawa Modern

Dulu pada awal perkembangan sastra jawa, Prosa Jawa sangat luas beredar di kalangan keraton. Prosa yang beredar pada masa itu adalah prosa seperti cerkak atau kisah-kisah kerajaan yang ditulis berdasarkan guru lagu dan guru wilangan tembang. seperti asmarandana, pocung, mijil, pangkur, gambuh, dan lain-lain. Sebagai contoh yaitu Serat Wedhatama.

SERAT WEDHATAMA
(Pangkur)

Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karanan mardi siwi,
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta,
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah Jawa,
Agama ageming aji.


Menahan diri dari nafsu angkara,
karena berkenan mendidik putra
disertai indahnya tembang,
dihias penuh variasi,
agar menjiwai tujuan ilmu luhur,
yang berlaku di tanah Jawa
agama sebagai “pakaian”nya perbuatan.


Tulisan diatas merupakan sastra jawa yang beredar pada masa itu. Hanya pujangga-pujangga keraton yang bisa membuatnya, dan hanya orang-orang yang pandai yang bisa memahaminya. Butuh intelektual yang tinggi untuk memahami isi cerita pada serat-serat pada masa itu.

Sastra jawa terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Serat-serat mulai ditinggalkan oleh para pujangga, karena ada satu penulis yang menulis sastra jawa menggunakan bahasa biasa. Novel tersebut berjudul Serat Rangsang Tuban yang ditulis pada tahun 1912. Setelah novel Prosa Jawa Modern pertama dibuat, seakan-akan menjadi titik awal munculnya sastra-sastra Jawa Modern. Sastra jawa modern berikutnya yang bersejarah diantaranya berjudul Katresnan, Serat Riyanta, Ngulandara.

Pada awal kemerdekaan tahun 1945-1998, sastra Jawa modern dijelek-jelekkan oleh kalangan elit dan kalangan terpelajar. Pada masa itu Prosa Jawa Modern dianggap hanya bacaan anak-anak yang tidak ada nilai estetikanya. Mereka menganggap bahwa yang pantas dianggap sastra hanya bacaan yang mempunyai guru lagu dan guru wilangan seperti serat-serat pada masa keraton.

Namun begitu, pada masa itu sastra Jawa modern sangat berkembang pesat di kalangan masyarakat. Harganya dijual murah dan sangat laris. Bentuknya seperti novel tetapi agak tipis. Banyak penulis bermunculan pada masa itu. Dahulu di Jawa belum ada novel berbahasa Indonesia karena Novel Bahasa Indonesia hanya terdapat di wilayah yang orang-orangnya bisa berbahasa melayu. Sedangkan dijawa jarang orang yang dapat berbahasa Indonesia.

Setelah masuk pada zaman orde baru, pemerintah mengumumkan aturan pengindonesiaan besar-besaran di seluruh indonesia. Majalah-majalah berbahasa Indonesia dibuat, Radio dan televisi semuanya menggunakan bahasa Indonesia. Kemudian pemerintah membuat penerbit nasional yaitu penerbit balai pustaka. Penerbit balai pustaka menerbitkan buku-buku yang semuanya menggunakan Bahasa Indonesia.

Akhirnya Sastra jawa mulai merosot pada orde baru karena masyarakatnya mulai pandai berbahasa Indonesia dan melupakan Sastra jawa. Novel-novel yang betebaran adalah novel berbahasa Indonesia. Banyak penulis berbahasa jawa yang kemudian alih profesi menjadi penulis berbahasa Indonesia karena tuntutan ekonomi. 

Sampai sekarang, prosa jawa modern mungkin mulai meredup di kalangan masyarakat. Bahkan di toko-toko buku jarang ditemukan novel berbahasa jawa. Hanya di penerbit yang menerbitkan buku-buku berbahasa jawa yang menjual novel berbahasa jawa dan itu sangat jarang. Mahasiswa juga sulit mencari novel-novel berbahasa jawa.

Ditulis oleh: Intan Nukhi .A
(Harap mencantumkan nama apabila hendak mengutip)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar