Senin, 27 Oktober 2014

Unsur Eskapisme dalam Sastra Jawa




Eskapisme pada novel berbahasa jawa yaitu unsur yang tidak pantas atau unsur yang tidak mendidik. Dalam Novel Sawtra Jawa dikenal dengan Roman Picisan atau Panglipur Wuyung. Roman picisan dapat disebut sebagai kisah yang murah mengenai kejahatan, dan cinta. Picisan dapat diartikan sebagai harga yang murah yaitu satu picis sama dengan 10 sen, dan satu sen adalah seper seratus rupiah. Sedangkan roman, banyak yang mengartikan sebagai “romance” atau kisah percintaan.

Istilah roman picisan mulai diedarkan oleh seorang wartawan kemudian tiga tahun kemudian menjadi populer digunakan di kalangan umum. Istilah ini juga disebut dalam novel Kyai Franco yang menyebut bahwa novel yang berharga murah disebut novel picisan atau novel ketipan. Tetapi pada kala itu roman picisan hanya dimaknai sebatas harga yang murah.
Istilah dalam novel berbahasa jawa selanjutnya adalah Panglipur Wuyung. Yang pertama digunakan oleh Sikoet. Dan kemudian diikuti oleh beberapa pakar yang juga mengarang novel berbahasa jawa. Novel tersebut menggunakan istilah Panglipur Wuyung diartikan sebagai penghibur hati karena pada masa itu adalah masa orde lama dimana bangsa indonesia mengalami carut-marut.
Pada novel Panglipur wuyung banyak menggunakan sampul yang mendebarkan dan menggunakan sosok wanita sebagai model penggambaran sampul depan agak mengandung unsur pornografi. Tujuan dari penggunaan sampul pornografi adalah untuk menarik minat baca para pembeli. Sebenrnya di dalamnya tidak terdapat unsur pornografi hanya penggunaan kata-kata erotis sebagai penggambaran masyarakat pada kala itu. Harganya cukup murah yaitu 2 rupiah sedangkan beras hanya sekitar 7,5 rupiah. Sama dengan buku-buku TTS pada masa kini.
Seni dibagi dalam empat kelompok yaitu seni elit, seni populer, seni massa dan seni rakyat. Sastra jawa klasik merupakan kelompok seni elit karena tidak semua orang dapat membacanya. Sastra populer mucul dari  para kaum terpelajar dan untuk menu hiburan bagi kaum terpelajar. Contoh dari karya sastra populer adalah serat riyanto. Seni massa dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat terutama masyarakat menengah kebawah. Sedangkat seni rakyat berkembang di masyarakat pedesaan yang ekonominya menengah kebawah.
Pada tahun 1966, merupakan titik  balik dari pertumbuhan sastra jawa. Komres 951 Sala dalam operasi Tertib Remaja (Opterma) II meneliti 217 buku roman picisan dan menyita 59 buah buku roman picisan. 21 diantara merupakan judul roman picisan sastra jawa, karena isi dan pencitraaannya sangat buruk dan dinilai merugikan kaum remaja. Kemunduran penerbitan roman picisan itu diantisipasi dengan munculnya majalah berbahasa jawa. Mulai diterbitkan tahun 1967. Masa berakhirnya roman picisan juga memunculkan kembali penerbitan roman populer. Dua alasan mengapa roman picisan hilang. Pertama perekonomian sudah membaik, dan kedua proses pengindonesiaan sudah mulai terbentuk.

Ditulis oleh: Intan Nukhi .A
(Harap mencantumkan sumber apabila mengutip)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar